Bermula dari obrolan dengan temen saya seorang accountant..
SHENDY :
(analysis abal2 made around awal2 taun 2013 ketika saham LPCK di harga 3000-4000)
LPCK punya 3000ha
lahan total
Sisa 700 ha
Yang bisa dijual
anggep 500 ha
1 ha = 10.000 m2
1m2 = 1.8jt
1ha means =
18milyard
500 ha means =
9Trilyun
Anggap utang LPCK =
1Trilyun (padahal ga ada)
Shares outstanding
696jt lembar buletin 700jt lembar
NAV = (sales
-utang)/jumlah lembar saham
(9T-1T) / 700jt
lembar saham
Rp 11.428/share
Disc 30% biasa NAV
indo = Rp 7.999/share
MY FRIEND :
Gw cuma bingung aja
nih, mungkin saya juga perlu lebih byk mengerti lagi.
Just wanna share,
soalnya setau saya framework untuk valuing investment memerlukan beberapa
langkah yg lebih panjang.
Sori nih bukan
maksud untuk meng-cut pemahaman org lain, tetapi alangkah baiknya kalo kita
saling melengkapi satu sama lain, karena framework yg akan sy kemukakan untuk
valuing stocks berikut ini masih perlu banyak masukan untuk bisa jadi framework
yg asik buat valuing stocks.
Assets yg Shendy
share itu masih berupa assets, dan belum menjadi pemasukan, bila memang sudah
terjual baru menjadi penjualan, tetapi bagi saya belum bisa menjadi patokan
untuk bisa menilai saham, karena masih ada expenses, financing cost, dll untuk
bisa menjadikan assets tersebut berubah menjadi penjualan.
Maka menurut saya
akan lebih baik bila dikurangi dengan seluruh biaya yg diperlukan untuk
menjadikan assets tersebut penjualan, seperti cost of goods sold, dan operating
expenses yg terdiri dari SGA expenses.
Setelah sales
dikurangi op exp, maka didapatlah EBIT, tapi apakah ini benar2 arus kas yg
bersih untuk bisa dipakai sebagai patokan valuing assets?
Menurut saya belum,
karena masih ada depreciation & amortization exp, dividen, dsb yg perlu
untuk dikeluarkan, tergantung pemahaman yg mana yg dipakai? Org bank-kah? Dari
segi konservatif? Ato org investment bank kah dari segi optimistis?
Setelah mendapatkan
free cash flow yg diinginkan, menurut saya masih belum bisa dijadikan dasar
untuk valuing stocks, please CMIIW disini.
Free cashflow ini
masih bagian dari internal analysis, diperlukan external analysis untuk bisa
menyempurnakannya.
Yg saya maksud
external itu adalah: bagaimana kondisi makro ekonomi di indo/dunia? Asumsi
inflasi berapa % yg akan dipakai? Asumsi berapa % growth dari perusahaan untuk
masa depan? Berapa persen financing cost untuk membiayai performa perusahaan?
Untuk tau itu semua
diperlukan CAPM (untuk financing cost / COE / COD), technical analysis (untuk
inflasi), growth yg saya juga udah lupa rumusnya=D
Intinya sih ingin
mendapatkan discounted free cashflow untuk, let's say 5 tahun ke depan,
biasanya dipakai 5 tahun untuk proyeksi, setelah mendapatkan discounted free
cashflow barulah didapatkan yg namanya terminal value, yaitu penilaian performa
konklusi untuk 5 tahun proyeksi.
Barulah terminal
value ini dipakai untuk bisa valuing stocks, tapi ini baru dari sisi pembilang
saja.
Sisi penyebut /
pembaginya masih ada formulanya untuk bisa disempurnakan tapi ini yg paling
males=D, karena harus memproyeksikan balance sheet juga selama 5 tahun kalau
memang ingin sempurna.
Tapi untuk kemudahan
biasanya tinggal membagikan terminal value dengan jumlah saham yg beredar saat
ini saja, dan barulah akan didapat proyeksi harga saham per lembarnya.
Rekan2 mohon
framework yg sy biasa pake utk valuing stocks ini diberi masukan.
SHENDY :
Harusnya emang spt
yang u bilang win itungannya..
Tp bisa botak bro kl ngitung2 kaya bgitu..
Apalagi perusahaan properti Haha :D
Perumpamaannya gini
:
Kita (investor)
adalah seorang petarung
Teknik menyerang
paling bener dan paling mematikan tuh cekek kepala trus pelintirin KO (ini
teknik namanya Discounted Cash Flow)
Trus ada teknik2
menyerang lain seperti :
1) Tinju
"geledek" ke muka (PER)
2) Tendanggan
"selangkangan" (PBV)
3) Bantingan
"mematikan" (NAV)
4) Kuncian tangan
(charlez mizrahi valuation)
5) Totokan Maut
(benjamin graham valuation)
6) Ciuman sakti
(valuation ala adam khoo)
7) Dll...
Nah tp kita sebagai
petarung cerdik harus liat lawan bro (saham, sektor, karakteristik sahamnya).
Logicnya :
Misal kita liat
lawan yang jauh lebih tinggi dan lebih besar dari kita (sector banking) , bisa
aja sih kita pake Teknik menyerang paling bener dan paling mematikan which
cekek kepala trus pelintirin KO (teknik Discounted Cash Flow)
Tp kan suseh bro
kita bisa dapet kepala lawannya (untuk kita cekek) wong musuhnya aja lebih
tinggi ama lebih gede.
Kenapa ga kita pake
jurus ke-2 Tendanggan "selangkangan" (PBV)..
Ga pake ribet tuh lawan
dah KO bener ga? :D
Nah skrg lawan kita
sector property..
Bisa aja si pake
teknik mematikan(DCF) Tp time consuming bro.. And belum tentu semua asumsi yang
u pake itu bener.. And hal itu akan sangat sekali sulit.
Why not we use the
appropriate jurus ke-3 Bantingan
"mematikan" (NAV)
Intinya : Liat lawan
trus pake jurus yang tepat. Saham tu ga murni "exact" tapi lebih
banyak "seninya" kl menurut gw. (Bukti paling simple dulu di amrik
ada sekelompok org super jenius matematik disuru kelola duit banyak.. Gw lupa
namanya kl ga salah LTCM nama hedge fundnya.. Singkat cerita bangkrut). Well I
hope that's explains.. :)
NB :
Penulis lulus sarjana ekonomi jurusan manajemen keuangan di salah satu universitas sub urban jakarta dengan IP pas-pasan.. Tapi lebih banyak belajar di jalanan alias otodidak.. so.. maaf nih kalo bahasanya kurang intelek.. Penulis ga pinter-pinter amat..
so i just can use cara valuasi yang simple and ga ribet, namun tetap dengan memperhatikan lawannya :)
I do like this motto "KISS"
always - Keep It Simple Shendy
hehe..
Stay tuned
Subscribe this blog and spread it if u find useful.
Shendy Lukito