Minggu, 29 September 2013

an interview with my friend.. (7 style of kungfu valuation...)

Bermula dari obrolan dengan temen saya seorang accountant..



SHENDY  :
(analysis abal2 made around  awal2 taun 2013 ketika saham LPCK di harga 3000-4000)
LPCK punya 3000ha lahan total
Sisa 700 ha
Yang bisa dijual anggep 500 ha
1 ha = 10.000 m2
1m2 = 1.8jt
1ha means = 18milyard
500 ha means = 9Trilyun
Anggap utang LPCK = 1Trilyun (padahal ga ada)
Shares outstanding 696jt lembar buletin 700jt lembar

NAV = (sales -utang)/jumlah lembar saham
(9T-1T) / 700jt lembar saham
Rp 11.428/share

Disc 30% biasa NAV indo = Rp 7.999/share


MY FRIEND  :
Gw cuma bingung aja nih, mungkin saya juga perlu lebih byk mengerti lagi.
Just wanna share, soalnya setau saya framework untuk valuing investment memerlukan beberapa langkah yg lebih panjang.
Sori nih bukan maksud untuk meng-cut pemahaman org lain, tetapi alangkah baiknya kalo kita saling melengkapi satu sama lain, karena framework yg akan sy kemukakan untuk valuing stocks berikut ini masih perlu banyak masukan untuk bisa jadi framework yg asik buat valuing stocks.

Assets yg Shendy share itu masih berupa assets, dan belum menjadi pemasukan, bila memang sudah terjual baru menjadi penjualan, tetapi bagi saya belum bisa menjadi patokan untuk bisa menilai saham, karena masih ada expenses, financing cost, dll untuk bisa menjadikan assets tersebut berubah menjadi penjualan.

Maka menurut saya akan lebih baik bila dikurangi dengan seluruh biaya yg diperlukan untuk menjadikan assets tersebut penjualan, seperti cost of goods sold, dan operating expenses yg terdiri dari SGA expenses.

Setelah sales dikurangi op exp, maka didapatlah EBIT, tapi apakah ini benar2 arus kas yg bersih untuk bisa dipakai sebagai patokan valuing assets?

Menurut saya belum, karena masih ada depreciation & amortization exp, dividen, dsb yg perlu untuk dikeluarkan, tergantung pemahaman yg mana yg dipakai? Org bank-kah? Dari segi konservatif? Ato org investment bank kah dari segi optimistis?

Setelah mendapatkan free cash flow yg diinginkan, menurut saya masih belum bisa dijadikan dasar untuk valuing stocks, please CMIIW disini.
Free cashflow ini masih bagian dari internal analysis, diperlukan external analysis untuk bisa menyempurnakannya.
Yg saya maksud external itu adalah: bagaimana kondisi makro ekonomi di indo/dunia? Asumsi inflasi berapa % yg akan dipakai? Asumsi berapa % growth dari perusahaan untuk masa depan? Berapa persen financing cost untuk membiayai performa perusahaan?


Untuk tau itu semua diperlukan CAPM (untuk financing cost / COE / COD), technical analysis (untuk inflasi), growth yg saya juga udah lupa rumusnya=D

Intinya sih ingin mendapatkan discounted free cashflow untuk, let's say 5 tahun ke depan, biasanya dipakai 5 tahun untuk proyeksi, setelah mendapatkan discounted free cashflow barulah didapatkan yg namanya terminal value, yaitu penilaian performa konklusi untuk 5 tahun proyeksi.

Barulah terminal value ini dipakai untuk bisa valuing stocks, tapi ini baru dari sisi pembilang saja.
Sisi penyebut / pembaginya masih ada formulanya untuk bisa disempurnakan tapi ini yg paling males=D, karena harus memproyeksikan balance sheet juga selama 5 tahun kalau memang ingin sempurna.

Tapi untuk kemudahan biasanya tinggal membagikan terminal value dengan jumlah saham yg beredar saat ini saja, dan barulah akan didapat proyeksi harga saham per lembarnya.

Rekan2 mohon framework yg sy biasa pake utk valuing stocks ini diberi masukan.


SHENDY :
Harusnya emang spt yang u bilang win itungannya.. 
Tp bisa botak bro kl ngitung2 kaya bgitu.. Apalagi perusahaan properti Haha :D

Perumpamaannya gini :

Kita (investor) adalah seorang petarung
Teknik menyerang paling bener dan paling mematikan tuh cekek kepala trus pelintirin KO (ini teknik namanya Discounted Cash Flow)

Trus ada teknik2 menyerang lain seperti :
1) Tinju "geledek" ke muka (PER)
2) Tendanggan "selangkangan" (PBV)
3) Bantingan "mematikan" (NAV)
4) Kuncian tangan (charlez mizrahi valuation)
5) Totokan Maut (benjamin graham valuation)
6) Ciuman sakti (valuation ala adam khoo)
7) Dll...

Nah tp kita sebagai petarung cerdik harus liat lawan bro (saham, sektor, karakteristik sahamnya).

Logicnya :
Misal kita liat lawan yang jauh lebih tinggi dan lebih besar dari kita (sector banking) , bisa aja sih kita pake Teknik menyerang paling bener dan paling mematikan which cekek kepala trus pelintirin KO (teknik Discounted Cash Flow)
Tp kan suseh bro kita bisa dapet kepala lawannya (untuk kita cekek) wong musuhnya aja lebih tinggi ama lebih gede.

Kenapa ga kita pake jurus ke-2 Tendanggan "selangkangan" (PBV).. 
Ga pake ribet tuh lawan dah KO bener ga? :D

Nah skrg lawan kita sector property..
Bisa aja si pake teknik mematikan(DCF) Tp time consuming bro.. And belum tentu semua asumsi yang u pake itu bener.. And hal itu akan sangat sekali sulit.

Why not we use the appropriate jurus ke-3 Bantingan "mematikan" (NAV)

Intinya : Liat lawan trus pake jurus yang tepat. Saham tu ga murni "exact" tapi lebih banyak "seninya" kl menurut gw. (Bukti paling simple dulu di amrik ada sekelompok org super jenius matematik disuru kelola duit banyak.. Gw lupa namanya kl ga salah LTCM nama hedge fundnya.. Singkat cerita bangkrut). Well I hope that's explains.. :)


NB : 
Penulis lulus sarjana ekonomi jurusan manajemen keuangan di salah satu universitas sub urban jakarta dengan IP pas-pasan.. Tapi lebih banyak belajar di jalanan alias otodidak.. so.. maaf nih kalo bahasanya kurang intelek.. Penulis ga pinter-pinter amat..  
so i just can use cara valuasi yang simple and ga ribet, namun tetap dengan memperhatikan lawannya :)


I do like this motto "KISS"

always - Keep It Simple Shendy
hehe..


Stay tuned
Subscribe this blog and spread it if u find useful.
Shendy Lukito




0 komentar :

Posting Komentar